Ketika Beasiswa hanya sekedar “Beasiswa”

sumber Di kampus saya hampir 75% dari mahasiswa angkatan saya mendapatkan beasiswa. Beasiswa dari ini lah, itu lah, bank ini lah, p...

sumber


Di kampus saya hampir 75% dari mahasiswa angkatan saya mendapatkan beasiswa. Beasiswa dari ini lah, itu lah, bank ini lah, perusahaan itu lah. Menyenangkan sih liat orang-orang bisa kuliah gratis, bisa dapet fasilitas kampus gratis, enggak nyusahin orang tua, enggak perlu galau mikirin gak bisa ikut UAS karena belum bayar semesteran.


Herannya saya adalah gimana cara kampus saya itu nge-filter orang-orang yang layak dapet beasiswa atau enggak. Karena sebagian pemberi beasiswa hanya menerima orang yang telah direkomendasikan kampus. Akhir-akhir ini misalnya, ada lowongan beasiswa dari salah satu BUMN yang bergerak di bidang asuransi dan dana pensiunan PNS. Syaratnya adalah IPK harus melebihi 3.00, banyak yang mendapatkan IPK segitu atau bahkan lebih tinggi. Tapi apakah emang itu IPK murni hasil dari usaha dia satu semester ?

I mean, apabila memang akhirnya nanti yang menentukan seseorang dapat beasiswa adalah karena IPK tinggi, itu enggak adil kan ? bisa aja yang IPK nya pas segitu dia cerdas tapi gak “curang” (you know what I mean). Ceritanya dua temen saya daftar, dua-dua nya punya IPK bagus, selisih antara keduanya cuman 0.07. Satu orang cerdas sedangkan yang satunya dengan IPK lebih tinggi dari si cerdas bisa dibilang mahasiswa “tidak lekas mengerti”. Tebak siapa yang dapat beasiswa ? orang yang “tidak lekas mengerti”-lah yang dapat. Saya gak ngerti kenapa sebabnya, yang tau hanyalah kampus dan Tuhan.

Jika kita bicara rezeki, ya sudah, mungkin itu rezekinya dia. Walaupun sangat disayangkan, karena teman saya yang tidak dapat adalah orang yang rajin, cerdas, soleh, dan yang baik-baik lainnya. Dia juga termasuk keluarga yang ya…… semuanya serba kecukupan, tidak lebih. Semua yang kenal mereka setuju bahwa dia yang cerdas lebih layak daripada yang “tidak lekas mengerti”. Si “tidak lekas mengerti” seharusnya sadar bahwa dia mendapat beasiswa, iya kan ? tapi ya dia tidak mau tahu dan berusaha untuk menjadi mahasiswa yang memang layak menerima beasiswa.

Maksud saya disini adalah kenapa memberikan beasiswa pada orang yang tidak mengerti apa sebenarnya beasiswa itu sendiri. 

Jika memang maksud dan tujuan kampus adalah sengaja untuk memberikan beasiswa kepada orang-orang yang memang “tidak lekas mengerti” agar bisa berusaha “cepat mengerti”. Tapi bagaimana bila orang-orang yang “tidak lekas mengerti” malah keenakan dan, ah sudahlah. Bukankah lebih baik memberi kepada mereka yang serius pada saat ujian daripada mereka yang celingak-celinguk ? bukankah lebih baik memberi pada mereka yang siap sedia mengerjakan tugas daripada yang copas sana copas sini sibuk sana sibuk sini ? 

Semua kembali pada pribadi masing-masing.

You Might Also Like

4 comments

  1. Memang kejadian seperti itu banyak terjadi, kalo di kampus2 gitu saya gapaham hehe (masih SMA :'3) yaaa kembali ke diri masing2 sajalah

    ReplyDelete
  2. Yang diperlukan itu interaksi sosial sob. Kebanyakan yang dapat beasiswa, interaksi sosialnya bagus. Nggak cuma diem di kost'an, dan main game nggak jelas kayak gue. #eh

    ReplyDelete