Jadi ceritanya saya diajak oleh
teman untuk ikut lomba poster digital yang diadakan untuk memperingati dies
natalis fakultasnya. Awalnya sedikit enggan karena kontes-kontes di
kampus sendiri saja jarang dilirik, apalagi kampus orang. Tapi setelah
dipikir-pikir lagi, apa salahnya untuk kali ini saya coba ikut, karena kalau
diingat-ingat lagi, saya banyak ikut lomba poster itu waktu SMA, dan setelah
lulus tidak pernah lagi. Itung-itung sambil eksperimen psikologi dan reminder,
gimana rasa deg-degannya kalau karya kita dinilai banyak orang.
Kejutannya, deadline pengumpulan desainnya itu 2 hari
setelah UTS, dimana biasanya otak udah ngga bisa diajak berpikir kreatif. Sebetulnya,
konsep posternya sendiri sudah tepikirkan, tapi untuk saya yang masih minim
pengetahuan soal penggunaan aplikasi desain, jadi hambatan yang cukup bikin
pusing.
Setelah brain storming, dan sketsa ini itu, saya tercerahkan
oleh ucapan teman, “Seorang kreatif
bukanlah orang yang serba bisa, tapi orang yang bisa memaksimalkan apa yang
dikuasainya“. (Sebelumnya, teman saya ini pernah juara 1 lomba poster pada
Forsi Unpad 2014, dengan unsur fotografi keren pada posternya). Oke, yang bisa saya lakukan adalah
menggambar manual. Maka akhirnya saya terinspirasi untuk menggabungkan antara
gambar manual dengan desain digital.
Untuk gambar dan reka adegan, saya terinspirasi dari “MARVEL
vs DC”. Tema untuk lomba
posternya sendiri adalah “Melawan Asap”, jadi saya buat seakan-akan remaja
sedang melawan villains (asap).
Alhamdulillah, dari peserta-peserta yang lain, saya bersama
1 orang lain dipanggil untuk mempresentasikan karya yang dibuat, alias masuk final.
Tapi,
karena satu hal, saya ngga tau kalau karya saya masuk penilaian final (hehe)
sampai teman saya nelpon kalau saya menang dan bilang kalau saya ditunggu untuk
presentasi karya di kampusnya saat itu juga. Saya yang hari itu baru selesai
asistensi kaget sekaligus seneng, tapi kendalanya adalah untuk sampai ke kampus
teman saya itu butuh waktu lebih dari 30 menit sementara juri ngga bisa
menunggu.
Saya tarik
nafas dalam-dalam ……………..
Lalu saya
sms teman tadi kalau saya ikhlaskan saja kalau saya ngga bisa presentasi. Akhirnya
karya saya dianulir. Kecewa? Ya tentu, tapi saya ambil hikmahnya saja dari
semua ini. Ternyata memang sudah takdirnya ini jadi eksperimen psikologi buat
saya hehe.
Saya jadi teringat
final kejuaran Moto GP 2015 kemarin. Saya belajar dari Valentino Rossi,
bahwasanya pemenang tidak selalu harus bersama sebuah tropi, melainkan sebuah
hati.
“Champions are not the ones who always win races”
2 comments
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteToday we're out of smog dong di Pekanbaru *o*
ReplyDeleteAsap, sampai jumpa di musim panas tahun depaaaaaan~
*asap itu gak cuma ulah pembakar doang, tapi alam juga ikut membakar hutannya*
Btw bang, gambarnya gak bagus dan indah. Tetapi, gambarnya lebih ke arah menarik dan atraktif
Makasih juga buat kosa kata 'anulir'-nya, pengetahuan saya jadi nambah. Selamat ya bang, itu artinya you had experienced it and got at least the chance how to be a champion. Terus berkaryaaaaa~