Komitmen Level Soreang Bandung

Long time no see, ha?  Saat ini saya sedang menjalani salah satu etape menuju titel “Mahasiswa Tingkat Akhir”, yang dimana obrolan-...


Long time no see, ha? 

Saat ini saya sedang menjalani salah satu etape menuju titel “Mahasiswa Tingkat Akhir”, yang dimana obrolan-obrolan di lingkungan sosial sudah masuk level normatif dan jauh ke masa depan (mungkin faktor usia juga). Salah satu subjek yang sering dibahas adalah komitmen, khusunya komitmen romantis antar manusia. Jauh sebelumnya juga saya udah sering mikirin soal itu. Jangankan pernikahan, pacaran dengan partner saya saat ini pun butuh banget komitmen yang lebih dari biasa. Kadang saya malah menghakimi diri sendiri.


“Komitmen sama scrapbook dan kliping kamu aja belum bisa, apalagi ini yang tujuannya mewacanakan progresivitas, wan!“. 

Perkara seperti itu mah nanti juga pada saatnya udah diharuskan, saya juga pasti jalanin kok. Pernikahan, perkawinan, atau bersemenda, semua itu adalah salah satu ritus peralihan hidup yang sakral dalam budaya kita. Alangkah baiknya kalau nggak dimain-mainkan, dan disegerakan karena melihat orang lain sudah melakukannya, apalagi karena ‘ingin cepat halal’. That’s just my two cents, sih.

Sebelum menuju komitmen besar seperti itu, di tahun ini saya ingin membuat sekaligus merealisasikan komitmen-komitmen kecil yang tujuannya untuk tholabul ‘ilmi dan membudayakan diri untuk bisa bertanggungjawab dalam menjalankannya, sekecil apapun komitmen yang telah dibuat. 

#1 Pembaca Marxisme yang teliti, rajin, dan bersemangat

Konyol ya? Tapi serius, tahun ini saya ingin membaca banyak buku mengenai Marx, dan bisa memahaminya dari berbagai perspektif. 

Ketertarikan saya dimulai ketika menangkap beberapa konsep dari Marxisme, salah satunya mengenai norma-norma rigid bagaimana masyarakat harus ditata. Marx mampu membedah suatu mekanisme yang terjadi dalam masyarakat serta perubahan-perubahannya. Melalui pemahaman mengenai hal-hal atau benda-benda yang terlihat, Marx mampu memahami yang tidak terlihat. Atau populernya, cara pandang ini disebut materialisme historis. 

#2 (kembali) Membuat kliping

Kalau dulu hanya mengumpulkan rubrik dari kolom ekonomi saja, kali ini saya ingin mengkliping semua kolom yang saya anggap menarik. Dan tidak lupa untuk menambahkan pendapat atau komentar dengan substansi yang jelas.

#3 A camera is a tool for learning how to see without a camera

Ketika membaca biografi Dorothea Lange, saya menemukan kalimat di atas. Terlintaslah ide untuk mengambil satu gambar perhari (dengan handphone atau kamera), dimana salah satu tujuan dari komitmen ini adalah untuk mengingatkan momen-momen yang telah dilewati setiap hari, sekaligus melatih skill fotografi. Sebagian foto terbaik mungkin akan saya publish di Instagram.

#4 Historical trip kemanapun kaki ini melangkah (?)

Peter J.M. Nas (antropolog budaya) berkata bahwa ada tiga kategori penting sebuah kota untuk mempertahankan kenangan. Tiga hal itu antara lain historis, budaya, dan kolektif. Setiap kota punya banyak situs bersejarah yang menarik untuk dijadikan sebagai objek wisata. 

Bagi saya, tidak sulit untuk melakukan historical trip. Karena setiap tempat pasti memilik nilai historis tersendiri jika dilihat dari berbagai perspektif. Misalnya seperti berkunjung ke kantor kakek saya beberapa minngu lalu, atau ke bagian-bagian tersudut di kota Bandung. Selain itu, historical trip tidak harus melulu dengan benar-benar berkunjung ke situs tersebut, hanya dengan baca buku, maka seolah-olah saya sedang melakukan time travel.
 
Badshahi mosque atau “the Emperor’s Mosque” (Pakistan), dibangun tahun1973, salah satu bangunan bersejarah era Mughal yang ingin sekali saya kunjungi

Begitulah mungkin secara sadar (dan bersemangat) saya akan menjalankan komitmen yang telah saya buat di atas, komitmen level Soreang Bandung. Soreang adalah salah satu kecamatan yang merupakan titik sentral pemerintahan di Kabupaten Bandung, yang letaknya di ujung paling selatan (masih ada Ciwidey sih sebenernya). “Komitmen level Soreang Bandung” artinya komitmen yang saya buat masih dalam taraf ‘ujung’ dan jauh dari tanggungjawab yang besar, dianalogikan sebagai Soreang yang berada di ujung selatan dan jauh dari pusat Kota Bandung.

Saatnya kuis! ----- apa hubungan premis mengenai komitmen pernikahan dengan komitmen yang saya buat? hehehe

You Might Also Like

4 comments

  1. Untuk yang terakhir mungkin untuk destinasi honeymoon kali yah, nggak mainstream sih menurut aku. Maybe. *ini apaan sih gue*

    ReplyDelete
  2. Wah mulai suka wacana kiri nih, baca Das Kapital sama Manisfesto Komunis bikin rieut aing mah.
    Kalau suka Marx, berarti harus baca gurunya juga, soal Hegel dan dialektikanya.
    Dan juga jangan lupa sama bapak-bapak bangsa kita: HOS Tjokroaminoto sama Tan Malaka, mereka bikin buku keren pastinya. Dan lebih bisa dimengerti.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Das Kapital emang ngalieurken. tapi ini juga lagi nyari Madilog sih.

      Delete