Fiksimini: Kucing, Cinta, Choa, dan Tangga

KEMAMPUAN SPESIAL Aku merasa dari sejak lahir aku memiliki kemampuan spesial. Tapi aku sendiri belum tahu apakah kemampuan ini a...



KEMAMPUAN SPESIAL

Aku merasa dari sejak lahir aku memiliki kemampuan spesial. Tapi aku sendiri belum tahu apakah kemampuan ini adalah sebuah karunia atau kutukan. Kuharap ini karunia dari dewa, karena aku tidak suka kutukan, lagipula siapa yang mau hidupnya dikutuk, benar kan? Kemampuan spesialku adalah, aku bisa mengerti bahasa kucing. Aku mengerti apa yang mereka bicarakan, dan kadang mereka sendiri berbicara padaku. 

Seperti waktu itu, seekor kucing sedang mengais-ngais makanan sisa di tong sampah dekat restoran sea food. Aku tak sengaja lewat dan melihatnya, lalu dia marah dan mengumpat padaku. Atau seperti kemarin lusa, kucing berwarna putih kusam mendatangi tempat tinggalku, dan tiba-tiba saja bercerita tentang betina yang ia kejar tidak merespon cintanya. 

Sesungguhnya aku cukup senang dengan kemampuan spesialku ini. Hanya, kadang-kadang aku merasa terganggu. Mendengar ocehan manusia saja aku sudah pusing, apalagi ditambah ocehan kucing. Tidur siangku sering terusik oleh kucing-kucing cerewet, salah satunya kucing di rumah sebelah yang selalu mengoceh karena tuannya lupa memberi makan. 

Kalau sudah begitu aku selalu pergi ke taman, hanya untuk sekedar melanjutkan tidurku. Seperti yang sedang kulakukan siang ini.

……

“ma, ma, ma, lihat! Ada kucing tidur di perosotan”


****

CINTA YANG HAKIKI

“Mama, maafin papa ya, please?“

“Papa tuh udah sering kayak gini, mama cape!”

“Please, maafin papa, emang papa yang salah.”

“…….”

“Papa janji ngga akan ngelakuinnya lagi”

“Ya udah, mama maafin, tapi papa harus dewasa, janji ya?”

Akhirnya mereka beranjak dari tempat duduk, berpegangan tangan, lalu masuk ke kelas 5A.


****

CHOA

Sambil basah kuyup oleh air hujan, Choa melangkahkan kakinya di atas aspal. Dalam percikan air hujan, ia merasakan aroma kayu basah. Di ujung jalan yang berkabut, sayup-sayup terdengar suara teriakan, “Tuhan! aku ingin hidup!”.


****

DI PERTENGAHAN TANGGA

Di pertengahan tangga menuju kamar, aku selalu melihat wanita bergaun hijau berdiri. Pandangannya kosong, tetapi kadang aku menemukannya menatap tembok seakan menatap laut tak berujung.

Hampir setiap hari wanita itu berdiri disana. Pukul sebelas malam ia akan selalu muncul, bertepatan dengan waktunya aku naik untuk tidur. Awalnya aku sendiri kaget, namun lama kelamaan aku menjadi terbiasa. 

Malam ini, seperti biasanya ia datang lagi. Tetapi ada yang berbeda, kali ini ia telanjang dan matanya menuju padaku. 

Di pertengahan tangga aku membeku.

You Might Also Like

0 comments