Cerita
Thougts and Writing
Apa Kelebihan Seorang Medioker? Bisa Tidur Lebih Banyak
Tuesday, September 06, 2016
Benar
adanya kalau alam bawah sadar menyimpan semua kebiasan berpikir dan bertindak. Begitupun
kalau saya menganggap diri seorang medioker, maka alam bawah sadar ini
mengaminkannya. Apapun yang saya kerjakan, saya merasa bahwa pekerjaan itu
hanyalah sia-sia bak sampah yang tikus pun nggak sudi meliriknya. Anggapan
seperti itu membentuk pola yang konsisten untuk kemudian ditimbun dan menjadi
gulma di pekarangan alam bawah sadar saya. Ditambah saya yang terlalu mudah
menyerah sekaligus pemalas akut, yang pada akhirnya semakin mendorong diri ini
menjadi semakin pesimis dan tidak berguna. Sialan memang. Keluarlah seluruh
umpatan dari A sampai Z.
Pola pikir yang seperti itu mengkerdilkan harapan dan ambisi
saya. Hal-hal yang membuat saya berpikir tentang nilai ketidakbergunaannya,
bukanlah hal yang ngga bisa saya lakukan, tapi justru hal yang sangat saya
sukai misalnya seperti menulis atau menggambar. Sudah berapa kali saya
merampungkan sebuah tulisan yang malah bikin, anjis naon ieu teh?. Seenggaknya
saya ingin membuat satu saja, kalau bisa banyak, tulisan yang kau boleh sebut
bermakna. Saya memang ngga terlalu percaya diri dalam hal ini. Rasanya iri
melihat orang lain bisa jujur mengungkapkan perasaannya dalam tulisan. Esai
terakhir yang saya buat dan disebarluaskan setelah dibaca kembali berisikan
omong kosong, yang cetakannya hanya cocok dijadikan pembungkus bala-bala.
Adakah hal lain disamping uang yang menjadi hal fundamen
bagi seorang pebisnis merangkap seniman? Ada, kepuasan konsumen. Tadinya untuk
urusan menggambar saya selalu percaya diri. Saya berusaha untuk selalu maksimal
dalam hal ini. Pesanan gambar maupun menggambar untuk sendiri seringnya saya
lakukan dengan sepenuh hati. Tapi ada sentimen pribadi kalau hubungannya dengan
konsumen, yang ngga hanya melibatkan kepuasan. Ada hal abstrak antara kepuasan
dan kepercayaan yang ngga bisa saya ungkapkan lebih jelas.
Jika kedua hal di atas sudah mempengaruhi titik paling
emosional dalam diri saya, maka saya akan merasa orang paling bodoh. Ya
medioker yang ngga bisa apa-apa.
Sebenarnya masalah bukan hanya ada pada kebiasaan menganggap
diri medioker saja. Tapi juga kemauan belajar dengan sungguh-sungguh. Pernah
dengar bila seseorang menginginkan sesuatu dengan bersungguh-sungguh maka
seluruh dunia akan berkonspirasi untuk mewujudkan hal itu terjadi? Dan dasarnya
ada pada seberapa besar usahanya? Ungkapan tersebut ngga berpengaruh apa-apa
buat saya, karena seringnya saya pesimis, bukan bukan, saya pemalas. Pemalas sekali.
Jadinya ibarat kau ingin menyeberangi lautan untuk menemukan pulau penuh harta karun,
tapi yang kau punya hanya dayung saja, dan kau beralasan ngga mempunyai buku
panduan membuat rakit. Sesudah itu apa yang kau lakukan? Tidur. Mengumpulkan niat, malas, tidur, percaya
diri kembali, malas, tidur, streaming K-Drama, tidur.
Mengingat penilaian subjektif Mochtar Lubis mengenai manusia
Indonesia yang diantaranya adalah pemalas dan berwatak lemah, maka saya ngga
bisa menafiknya. Alasan untuk
tidak menjadi medioker belum saya temukan, salah, lebih tepatnya saya lamban
beraksi. Ketimbang banyak berlatih menggambar atau banyak membaca saya lebih
banyak menonton Taeyeon, Joy, dan Weekly Idol. Tapi itu juga penting.
Sekarang
bila ingin menulis di blog atau menerima pesanan gambar, saya selalu
pikir-pikir dulu. Kalau dulu menulis ya menulis lalu posting, menggambar ya
menggambar lalu dijual atau post Instagram. Ngga banyak yang dipikirkan. Tapi
apalah hasilnya malah membuat saya mengumpat kemudian. “Anjing!”.
5 comments
Karya seorang penulis adalah produk dari kemalasan, sebut Borges. Oh tiada tuhan selain Borges.
ReplyDeleteBorges bisa menari teu?
DeleteSantai kak. Banyak kok yang merasa begitu, aku juga sering ngerasa gak pede kalau bikin sebuah karya. Entahlah, hidup itu rasanya terlalu kompleks. Makin dewasa, kita malah makin bingung harus berbuat apa.
ReplyDeleteHidup santai dan menikmati hidup beda ngga sih?
DeleteTapi keren sih ngerasa kaya gini tuh, lebih baik merasa buruk agar berusaha berkembang, daripada merasa hebat.
ReplyDeleteDulu saya sering banget ngerasain kaya gini, tapi dari situ muncul pemikiran baru dari sikap yang gelisah, edan jadi bisa ngelakuin ini itu hasilnya, sekarang pun masih ngerasain kaya gitu tapi engga sesering dulu.
Ya namanya juga mamalia wajar banget kalau mager hahaha, semoga makin gelisah Wan, biar makin terasah gagasannya!