Euforia Mahasiswa

Setiap masuk musim wisuda saya sering gusar melihat orang-orang dengan wajah merona bahagia, berfoto dengan keluarga, berangkulan bersa...


Setiap masuk musim wisuda saya sering gusar melihat orang-orang dengan wajah merona bahagia, berfoto dengan keluarga, berangkulan bersama teman, indah tapi semu, karena sejujurnya kehidupan nyata sedang menanti mereka. Dari dulu paradigma bahwa setiap orang yang menjadi sarjana pasti akan sukses tidak pernah berubah. Padahal belum tentu setiap manusia dengan gelar akademik di belakang namanya bisa benar-benar sukses menjadi apa yang mereka cita-citakan. Mmm kita singkirkan dulu cita-cita, setidaknya apakah kita akan sukses mendapat pekerjaan yang diinginkan?


Bukan maksud saya merendahkan atau pesimis. Maafkan sebelumnya jika saya sok tahu. Ambil contoh dari sekian banyaknya perguruan tinggi di Bandung yang memiliki fakultas ekonomi, anggap setiap tahunnya terdapat minimal 200 mahasiswa yang lulus di satu PT dan bergelar SE, maka sanggupkah setiap 1 orang bersaing dengan 200+ dikali sekian orang ? Belum lagi soal isu global tentang pasar bebas, maka dalam beberapa tahun ke depan akan banyak tenaga kerja asing (yang mungkin lebih kompeten dari kita) menyerbu Indonesia.

Bukan maksud saya pula bahwa seakan-akan masa depan sudah tidak ada lagi. Saya hanya berasumsi bahwa seharusnya, bukan hanya gelar yang nanti jadi andalan kita, tapi keahlian. Ada paragraf dari salah satu berita yang dibuat oleh Prof. Rhenald Kasali (Guru Besar Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi UI) yang menarik perhatian:

Bahkan gelar akademis pun kini mulai ditinggalkan para kaum terpelajar dunia. Para pemberi kerja mulai melirik mereka-mereka yang tak bergelar. Dari “siapa kamu” (atau “apa gelar akademismu”), dunia manajemen mulai beralih pada “apa yang bisa kamu lakukan”. Lihatlah di perusahaan-perusahaan besar, di kartu-kartu nama para pimpinan dan stafnya. Tak banyak lagi yang mencantumkan gelar akademisnya.”

Gerakan masif ini membuat kaum muda beralih dari membeli degree (gelar formal) menjadi membeli keahlian dan paket-paket kursus, yang mereka ramu sendiri racikannya. Ini bukan lagi racikan pemerintah karena mereka ingin membangun keahlian yang unik, yang tidak massal dan siap pakai. Pasar tenaga kerja global pun mengakomodasi mereka. Apa yang mereka berikan di dunia kerja bukan lagi rangkaian mata kuliah racikan kampus.”

-------

Saya sempat membaca post Facebook salah seorang teman, bahwa sekarang ada banyak sumber-sumber media belajar seperti MIT OCW (Mit Open Course Ware ---- bergerak di bidang informatika)  misalnya, mereka yang tidak sempat mencicipi bangku perkuliahan dapat dengan mudah mendownload daftar mata kuliah 4 tahun, mendownload silabus dan menonton video kuliahnya, lalu membeli buku cetak materi yang sesuai dan belajar sendiri dengan tenang. Jika mengalami kendala, maka banyak pula forum dan grup-grup yang siap menjawab semua pertanyaan.


Semua seakan menampar saya dalam waktu yang bersamaan, dunia realita di luar sana nantinya akan bertanya apa yang kamu punya ? bukan apa gelarmu dan lulusan dari mana. Saya tenggelam dalam euforia mahasiswa. Sekarang saya masih bisa tidur nyenyak, makan enak, begadang, bangun siang, main main dan nongkrong seakan hidup tidak akan ada halangan. Saya terlalu menghayati peran sebagai mahasiswa, berteman dan bersenang-senang, tanpa jauh memandang ke depan. Merasa masih punya orang tua, tanpa sadar menyepelekan kuliah. Meskipun untuk sampai kesana masih harus menempuh 2 tahun lagi, tapi cepat atau lambat pasti akan datang, jika nantinya tidak melanjutkan S2 atau berwirasuaha. Saya harus usaha keras karena dunia realita juga keras. 


Credit:

You Might Also Like

8 comments

  1. Being expert in your class! Don't be classless ^^9

    ReplyDelete
  2. bisa menjadi SE atau menjadi sarjana adalah bukan akhir atau tujuan .. malah awal menapaki realita hidup yang sebenarnya ..saya juga nanti bingung kalau sudah jadi sarjana ekonomi nanti mau bagaimana -_-

    ReplyDelete
    Replies
    1. aku mah bukan calon sarjana SE, itu cuman contoh aja :( tapi balik lagi sih, jangan mengandalkan gelar, harus punya keahlian biar bisa bersaing!

      Delete
  3. Bener Wan, kita harus pede menjadi manusia, bukan gara-gara beragam embel-embel yg menempel.
    Dan kuliah adalah soal sarana belajar berinteraksi.

    ReplyDelete
  4. Iya bang. Sekarang yang dilihat bukan lagi gelarnya, melainkan kemampuan dan keahliannya yang di lihat. Mungkin beberapa masih ada yang melihat gelar di bidang akademis. Tapi untuk ke depannya, mungkin udah gak kepake lagi ya.

    Kadang masih ada aja lulusan S1 yang jadi pengangguran. Ini membuktikan bahwa gelar bukanlah segalanya :)

    ReplyDelete
  5. *mengangguk-angguk*

    Dunia sesungguhnya baru dimulai setelah lulus kuliah. Akan jadi apa nantinya, semua tergantung sama diri sendiri.

    "Saya harus usaha keras karena dunia realita juga keras."
    Kalimat terakhirnya cukup menohok.

    ReplyDelete
  6. Dunia ini makin rumit dan dinamis, kalau orang cuma mengandalkan gelar ilmu-nya saja tanpa mengembangkan dirinya, memang nggak ada manfaatnya, toh dia berarti sama saja dengan ribuan orang lainnya yang punya gelar yang sama. Kita harus bisa menggali potensi diri sedalam-dalamnya, mengembangkannya dan berdo'a saja, semoga diberi yang terbaik sambil terus berjalan.
    Jangan berkespetasi tinggi, berjuang yang keras dulu

    Kalau jaman dulu sih, orang mau merekrut berdasarkan gelar karena dulu kuliah itu sulit sekali dan nggak banyak orang yang lulus dengan mudah, apalagi untuk melanjutkan S2 dan S3. Kalau sekarang, dunia sudah berubah, nggak cuma membutuhkan ilmu. Tapi kreatifitas dan keterampilan juga XD

    ReplyDelete